Rabu, 08 Juni 2011

ATHEIS

ATHEIS

Kaum beragama akan mengatakan bahwa alam semesta ini tidak tercipta dengan sendirinya ataupun melalui proses evolusi sejak milyaran tahun silam. Mereka yakin bahwa Tuhan-lah yang menciptakan semua alam semesta ini beserta dengan isinya. Tanpa adanya Tuhan, takkan pernah ada alam semesta ini walaupun hanya sebuah potensi maupun esensi. Bahkan Kant berpendapat bahwa kebenaran tentang Tuhan adalah kebenaran postulat, yakni kebenaran yang tak terbantahkan dan kebenaran paling tinggi.
Manusiapun sebagai makhluk paling sempurna di dunia ini, diciptakan untuk beriman kepada Tuhan Sang Pencipta. Lantas diciptakanlah agama untuk dijadikan aturan-aturan penghambaan manusia kepada Tuhan, juga kitab-kitab sebagai pedoman manusia semasa di dunia dan penjelasan atas adanya alam setelah kehidupan berakhir.
Namun ada kaum yang mengingkari itu semua. Mereka anti kitab-kitab Tuhan, anti agama, bahkan anti Tuhan. Ini adalah fenomena yang terjadi sejak berabad-abad silam dan masih terjadi sampai sekarang. Mereka itulah yang secara konvensional disebut Atheis, yakni suatu kaum yang tidak pernah percaya akan adanya Tuhan. Banyak argument yang mereka yakini untuk mengingkari Tuhan, yang pada awalnya sangat erat kaitannya dengan dunia filsafat. Yang oleh kaum beragama hal ini dianggap sebagai dosa besar yang tak terampuni.
Kaum beragama berpendapat bahwa walaupun kaum atheis tidak percaya akan adanya Tuhan, namun Tuhan tetaplah ada hanya saja mereka tidak mau mengakui-Nya. Layaknya Malin Kundang yang tidak pernah mau mengakui ibunya padahal ibunya itu nyata adanya. Walaupun dengan berbagai alasan Malin tidak mengakui, ibunya itu tetap ada dan masih menganggap bahwa Malin adalah anaknya. Namun berbeda dengan analogi yang digunakan oleh kaum atheis ini. Contohnya ialah, jika seseorang berada ditengah kuburan atau disuatu tempat yang dianggap angker, orang tadi akan merasa takut akan adanya makhluk lain yang mungkin akan mengganggunya atau hanya sekedar memperhatikannya ditempat itu. Orang tadi menganggap ada makhluk lain disekelilingnya, padahal tak ada penjelasan maupun bukti akan keberadaan makhluk lain tersebut. Hal ini timbul dari pikiran manusia itu sendiri atau karena  sebelumnya orang-orang telah memberikan sugesti kepada khalayak umum untuk mempercayai hal tersebut. Orang tadi belum pernah bertemu dengan makhluk lain tersebut, dan kalaupun bertemu bukan berarti manusia harus mengimaninya.
Salah satu tokoh atheis termahsyur adalah seorang filsuf Jerman abad ke 18, Friedrich Wilhem Nietzsche. Dalam bukunya yang fenomenal “Beyond Good and Evil” ia dengan lantang mengatakan bahwa Tuhan telah mati. Mungkin orang-orang beranggapan bahwa  hal itu dikarenakan ego orang Jerman yang menganggap rasnya sebagai ras paling tinggi ditambah dengan gagalnya Nietzsche dalam orientasi lingkungan sebagai makhluk sosial.
Namun bukan itu jawaban sebenarnya. Ia mengatakan bahwa Tuhan telah mati ketika ia melihat orang-orang disekitarnya sudah tidak lagi sejalan bahkan melawan ajaran-ajaran agama. Agama sudah tidak lagi sakral, tidak lagi melindungi, tidak lagi dibaktikan, tidak lagi mendamaikan, tidak lagi merepresentasikan keinginan Tuhan.
Manusia sudah tidak lagi manginginkan doktrin-doktrin agama sebagai aturan hidup mereka. Mereka ingin bebas melakukan apapun tanpa batasan kaku demi ekspresi dan kepuasan. Agama dan Tuhan sudah disingkirkan dari pikiran dan hati amanusia. Tanpa adanya Tuhan dan agama, toh manusia masih bisa hidup dialam dunia ini dengan sewajarnya.
Lebih-lebih ketika agama dijadikan topeng manusia yang mengaku beriman, yang pada hakikatnya lemah, untuk mendiskriminasi orang lain. Agama dijadikan pelindung atas kesalahan-kesalahan yang jelas-jelas dikutuk, agama dijadikan alasan untuk perang dan menundukan serta membunuh bangsa lain demi membumikan agama mereka pada bangsa yang mereka tundukan dengan perang, yang tujuan utamanya ialah merampas hak orang lain dan membunuh. Agama tidak ubahnya seperti sebuah dinasti yang sangat subyektif untuk menghakimi manusia yang hendak menggoyangkan ketentramannya. Agama sudah kehilangan esensinya lantas menjadi benda tak layak pakai.
Ia menganggap doktrin-doktrin agama telah membelenggu pikiran manusia sejak berabad-abad lalu. Seharusnya pikiran yang manusia miliki mampu membebaskan manusia dari segala belenggu, namun justru doktrin agama telah memperdayakannya hingga pikiran terjerat oleh kepercayaan yang tak rasional. Ia juga menganggap para filsuf yang beragama adalah orang bodoh, karena mereka masih mau menuruti aturan-aturan yang membelenggu kebebasan berfikir. Seharusnya para filsuf, dengan kematangan berfikirnya, mampu menyingkirkan doktrin agama yang sudah usang, kemudian menciptakan paradigma baru yang bebas dari aturan-aturan dan kepercayaan terhadap Tuhan pada khalayak umum.
Ia yakin setelah doktrin-doktrin agama dan Tuhan terhapus dari pikiran manusia, akan muncul manusia-manusia yang mampu menciptakan bumi lebih damai, nyaman, megah dan bebas tanpa harus diatur oleh autran yang tak masuk akal. Manusia-manusia itu terpelajar dan jauh dari masyarakat kolot. Manusia-manusia itu berpikir murni tanpa batasan-batasan. Manusia-manusia itu muncul tanpa sahabat. Manusia-manusia itu akan menciptakan nilai-nilai hakiki karena pikirannya telah murni dan tanpa aturan-aturan imaginer. Manusia-manusia itu akan muncul untuk manggantikan warna dunia tanpa agama dan Tuhan, hanya ada manusia yang berpikir dan bebas.
Dan sosok atheis lainnya adalah Karl Marx, seorang filsuf Rusia abad ke-19. sosok ini sangat erat kaitannya dengan komunisme yang sempat menggemparkan dunia. Kepercayaan atheisnya berkembang menjadi sebauh ideologi baru yang manjadi ruh pergerakan revolusioner kaum komunis untuk mengubah warna dunia yang sudah tak mempunyai keadilan.
Ia melihat bahwa Rusia adalah Negara industri maju yang cukup disegani. Kota-kota berkembang dipenuhi gedung-gedung dan gudang-gudang yang megah dan indah. Namun yang mengejutkannya ialah mengapa manusia yang mampu manciptakan kemegahan dan kemajuan itu justru hanya dijadikan alat produksi yang tidak manusiawi. Lantas ia berpikir untuk mengubah paradigma masyarakat menjadi lebih adil dan ia menemukan hipotesa bahwa agama adalah jawabannya.
Namun ia lebih terkejut lagi saat menelusuri agama. Agama sebagai manifesto keinginan Tuhan sudah tidak ampuh mengatur kehidupan manusia. Malah agama akan sangat menghambat tujuannya. Agama telah membuat batasan-batasan dan aturan-aturan yang telah lama diabaikan masyarakat pada umumnya dan tak juga mampu memberikan model baru yang lebih bisa menarik dan mengikat manusia, agar antar manusia bisa lebih sinergis dalam visi dan misi hidup demi keadilan dan kesejahteran. Bahkan agama telah menjadikan manusia bertingkat-tingkat dalam kasta keimanan. Harusnya agama bisa menjadikan seluruh manusia sama dalam segala hal bukannya malah membeda-bedakan. Orang yang dianggap beriman akan mendapati diri ditempat yang lebih tinggi dari yang lainnya dan orang yang jahat akan berada jauh dibawah manusia lainnya, hanya karena doktrin-doktrin agama yang kontraproduktif.
Ia ingin mengubah zaman yang sudah sangat kapitalis ini menjadi lebih adil, ia ingin mengembalikan hakikat manusia sebagai manusia bukan sebagai alat produksi. Ia akan melaksanakan niatnya itu dengan kekuatan sebuah ideologi, bahkan jika perlu dengan kekuatan senjata dan membunuh. Namun niat itu akan terbentur hukum-hukum agama yang melarang segala macam kekerasan walau tujuannya baik. Mungkin akan banyak orang yang setuju bila kekerasan hanya ditujukan untuk tujuan yang kurang baik. Namun tidak banyak orang yang mau melakukannya, karena doktrin agama telah melarangnya. Dengan itu ia ingin menghilangkan semua ajaran agama agar tujuan revolusinya bisa segera terlaksana tanpa ragu-ragu dan takut atas perbuatan mereka yang telah melanggar ketentuan agama.
Ia beranggapan bahwa doktrin agama tentang kesejahteraan seluruh umat manusia tidak akan pernah terlaksana bila hanya mengandalkan aturan tertulis. Kesejahteraan manusia hanya akan terlaksana bila mampu menguasai kekayaan orang-orang kapitalis lantas membagikannya dengan rata kepada masyarakat dan hal inipun hanya bisa dilaksanakan dengan cara yang melanggar ketentuan agama yakni kekerasan bahkan membunuh. Dan dalam semboyan mereka yang mahsyur, “Total Equality” adalah upaya pensejahteraan umat manusia yang hanya bisa dilakukan oleh manusia, bukan agama bukan pula Tuhan.
Ia juga berusaha untuk menghapus segala perbedaan derajat sesama manusia, status sosial dan kekayaan. Ia mau menghapus jurang pemisah itu karena hakikat manusia adalah sama dalam segala hal. Tak ada tuan dan tak ada pesuruh. Yang ada adalah pemimpin yang selalu berusaha untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya tanpa menghilangkan hakikat manusia itu sendiri dan tanpa perbedaan. Ia menciptakan ideologi yang menjadikan manusia sebagai pembuat dan pemegang segala kebijakan diatas dunia tanpa intervensi dari selain manusia. Karena hanya manusialah yang tahu keadaan yang mereka rasakan dan mereka inginkan.
Dan keyakinannya mengatakan bahwa jika telah tercapai kesejahteraan untuk seluruh umat manusia, akan tercipta kemanjuan dunia dari segala lini yang terus dijaga dengan upaya-upaya yang tepat dan kerja yang nyata. Manusia akan segera melupakan agama dan Tuhan karena sesungguhnya apa yang manusia inginkan bisa terwujud dengan adil dengan usaha mereka sendiri tanpa bantuan dari aturan agama maupun bantuan Tuhan. Agama akan lapuk dan tertimbun sedangkan Tuhan akan menjadi sebuah kata asing tanpa arti sedikitpun.
Itulah beberapa argumen yang dijadikan pegangan kaum atheis, yang selalu ditolak oleh umat beragama. Bisa disimpulkan bahwa sesunguhnya kaum atheis mangingkari Tuhan adalah karena agama, dan agama terwujud dari tingkah laku manusia yang menjalankannya. Sedangkan yang terlihat adalah manusia-manusia yang akrab dengan iblis. Kejahatan yang merusak dan menjijikan sangat dekat dengan keseharian manusia hingga kaum ini muak dengan semua itu dan mulai meragukan eksistensi Tuhan dan klimaksnya adalah mengingkari kehadiran-Nya.
Jelaslah bahwa kaum atheis mengingkari Tuhan bukan karena alasan-alasan bodoh yang disangkakan umat beragama dan mereka akan terus menyebarkan ideologi atheis ini pada generasi-generasi selanjutnya bila manusia tidak sanggup mewujudkan kebenaran-kebenaran ajaran agama yang termanifestasi dari apa yang mereka pikirkan, lakukan dan hasilkan. Kaum beragama sudah seharusnya menjalankan ajaran-ajaran agama yang murni dengan sungguh-sungguh dan mengajarkannya pada generasi yang mulai kehilangan orientasi agamanya, dan yang paling penting adalah sebagai umat beragama tidak perlu saling menyalahkan dan memusuhi karena setiap ajaran agama adalah baik dan agung. Serta haruslah terjalin keharmonisan antar umat beragama, karena ajaran-ajaran setiap agama adalah untuk semua manusia yang ada dibumi ini, tanpa kecuali dan tanpa pembeda.